Oleh: Muthmainah NQ
(Ketua Dept. Kastrat)
Siapa yang
tidak kenal dengan Kota Semarang? Kota sebagai ibukota dan jantungnya Provinsi
Jawa Tengah, sebagai poros utama pun sebagai cerminan provinsi yang terletak di
Pulau Jawa ini. Kota dengan penuh julukan, keistimewaan dan sejuta pariwisata. Mulai
dari kota pahlawan, kota atlas, kota perjuangan, kota lumpia, kota jamu, venice
van java, the port of java, beauty of asia, sampai little
netherland. Icon utama Semarang memamerkan pesona Tugu Muda sebagai monumen
bersejarah ditemani dengan megahnya Lawang Sewu.
Semarang termasuk
kota metropolitan di Indonesia sekaligus menjadi kota terbesar kelima setelah
Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan. Dengan segala keindahan dan bangunan
bersejarah yang melimpah, Semarang menjadi kota primadona. Tak terlepas dari
itu semua. Semarang juga memiliki sederet bala bagi masyarakatnya. Mulai dari
banjir, rob, sampah, abrasi pantai, pencemaran air, pencemaran udara, bahkan
longsor. Ya memang tidak kesemuanya itu lantas serta merta menyalahkan kehendak
Tuhan. Kalau manusia tidak berulah, musibah itu tak terjadi.
Beberapa kurun
waktu yang lalu Soemarmo yang pernah menjabat sebagai walikota Semarang ketika
itu, mencanangkan program 3S “Saatnya Semarang Setara”. Tidak ada yang salah
saya kira. Namun jika ditelaah lebih lanjut, sepertinya konotasi kalimat itu
secara tidak langsung menunjukkan bahwa Semarang belum setara dengan kota-kota metropolitan
lainnya.
Mewujudkan Semarang
Atlas dengan slogan Semarang Setara diharapkan dapat mencapai target visi
Semarang dengan cepat. Atlas merupakan singkatan dari aman, tertib, lancar,
asri dan sehat. Kelima kata itu bermakna mendalam. Aman yang berarti bebas dari
tekanan dan gangguan keamanan, ketertiban, dan ketentraman. Tertib, kehidupan
yang tertib di segala bidang. Lancar, dalam hal pelayanan yang mudah termasuk
kelancaran lalu lintas. Asri, lingkungan yang bersih, indah dan nyaman. Sehat,
tercapainya kehidupan masyarakat sehat jasmani dan rohani. Cita-cita mulia yang
pantas diperjuangkan.
Seperti yang
diketahui bersama, regulasi pemerintahan baik aturan maupun kebijakan setiap pergantian
pemimpin maka disitulah ganti pula apa yang dibawanya saat kampanye. Menurut hemat
saya, ini sebuah kebiasaan yang buruk walaupun hanya dalam ranah kota. Apalagi jika
semua unsur dan lapisan birokrasi Indonesia demikian adanya dalam memaknai
suksesi, saya rasa itu adalah sebuah musibah yang besar.
Mengingat urgensi
dari pembangunan untuk Semarang begitu penting dan mendesak, setidaknya sejenak
melupakan jabatan dan kepentingan pribadi yang hanya membuat murka rakyat. Bersama-sama
dan gotong royong bahu-membahu melakukan pengabdian dengan bantuan masyarakat. Sejak
dini semangat kebersamaan dari semua lini memang harus dilatih dan dibiasakan. Mengatasi
dari sebuah permasalahan dengan kesadaran bersama tanpa harus menyalahkan satu
sama lain.
Terdapat hajatan
besar di Semarang tanggal 9 Desember 2015 nanti tepatnya. Pemilihan Walikota
dan Wakil Walikota. Tidak hanya di Semarang namun serentak seluruh Indonesia,
terkecuali beberapa daerah yang ditunda pemilihannya karena tidak memenuhi
syarat untuk itu. Pemilu ini menjadi kesempatan yang “haram” hukumnya jika
hanya dibiarkan berlalu. Sebagai masyarakat yang “melek” politik setidaknya
dalam rangka bentuk partisipasi menyumbangkan suara untuk perubahan kota atau
kabupaten masing-masing terkhusus Semarang menuju arah yang lebih baik tepat guna mewujudkan Kota
Atlas.
Secara resmi,
pasangan Soemarmo-Zuber Syafawi nomor urut 1, Hendrar Prihadi-Ita nomor urut 2,
dan Sigit Ibnugroho-Bagus nomor urut 3. Masing-masing telah mendeklarasikan
visi dan misi untuk Semarang. Saran saya, bijak dan teliti dalam memilih agar
langkah pertama untuk menentukan pilihan.
Siapapun pilihan
Anda, siapapun yang kelak terpilih semoga menjadikan Semarang yang lebih baik
dan mewujudkan cita-cita bersama menyambut Semarang Atlas Setara.
-MNQ-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar